Selasa, 25 Februari 2014

DARI LAPANGAN: Impian Mulai Nyata

Indukan Jalak Bali memberi makan ke anaknya

Special saya persembahkan untuk teman teman resort prapat agung, terima kasih untuk kerja keras, upaya, pemikiran, perjuangan dan monitoring hariannya walaupun hujan badai menerpa di gubuk derita, tapi itulah suka dukanya....teman-teman seksi ptn 2 buleleng atas supervisi rutinnya ke lapangan dan teman seksi 2 yang lagi lanjutkan studi s2 di jogja, impianmu terwujud bos..!!! Teman-teman volunteers bali barat atas jerih payahnya memasang nest box untuk jalak bali, terima kasih juga daya ucapkan untuk Bali Bird Club yang sudah memberikan donasi berupa nest box jalak bali, akhirnya berbiak juga di nest box nya...teman teman mahasiswa ugm, ipb, USU, unair, udayana, biolaska jogja, Umm, unbraw yang telah ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan monitoring jalak bali pasca pelepas liaran, teman teman peh balai tn bali barat atas dukungan baik langsung dan tidak langsung...tetap berkarya kawan...terima kasih juga kepada para bird watcher yang sudah berkunjung ke bali barat national park, sangat berarti dalam misi global penyelamatan jalak bali, terima kasih kepada pemangku pura segara rupek atas dukungan aktifnya atas upaya pelestarian jalak bali, masyarakat desa sumber klampok terima kasih atas dukungan nya dalam pelepas liaran jalak bali, memori penyuluhan malam itu masih melekat, thanks dukungannya.......special thanks to APCB, Pemkot Yokohama, TSI, FNPF atas kerjasamanya yang luar biasa dan segenap unsur pimpinan tn bali barat atas semangatnya untuk tetap melestarikan jalak bali.

(Hery Kusumanegara, PEH SPTN II Buleleng)

Senin, 24 Februari 2014

Taman Nasional Bali Barat

KENDALA, TANTANGAN DAN KEKUATAN

Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam rangka pelestarian Jalak Bali meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

Kendala
  • Berdasarkan klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Taman Nasional Bali Barat mempunyai tipe D dan E dengan curah hujan yang rendah menyebabkan kawasan ini rawan terjadi kebakaran terutama pada musim kemarau.
  • Aksesibilitas yang begitu terbuka baik dari darat maupun lewat perairan, menyulitkan penjagaan untuk mencegah kegiatan perusakan sumber daya alam hayati yang merupakan bagian dari potensi kawasan.
  • Sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengelolaan Taman Nasional Bali Barat masih perlu ditingkatkan untuk mampu disatukan visi dan misinya di dalam mendukung pola pengelolaan TNBB yang pada saat ini mulai merintis pola Co- Management.
  • Pada saat ini pendekatan pengaman kawasan TNBB yang menekankan kepada kegiatan patroli kawasan dan penegakan peraturan serta pendekatan sentralistik dalam pengelolaan konservasi dan belum berbasis masyarakat, menyebabkan pengelolaan kawasan konservasi ini menjadi sangat mahal dari segi finansial dan social.
  • Terbatasnya dana untuk pengembangan dan pemeliharaan dan pengamanan potensi kawasan
  • Sosial ekonomi masyarakat di beberapa daerah penyangga masih relatif rendah yang ditandai dari tingkat pendidikan serta ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya hutan yang ada, menyebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai konservasi.
  • Kawasan hutan Bali Barat yang terdiri dari Taman Nasional Bali Barat, Hutan Produksi dan Hutan Lindung merupakan satu kesatuan ekosistem. Penebangan ilegal tanaman produksi di Hutan Produksi secara signifikan mempengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan, yang akan menyebabkan penurunan kualitas potensi sumber daya alam hayati.
  • Masih lemahnya kesamaan persepsi, interpretasi pola tindak dalam mengimplementasi- kan kaidah-kaidah konservasi dalam pengelolaan Taman Nasional diantara pihak-pihak terkait akibat perbedaan kepentingan.
  • Masih ditemukan kendala dalam rangka padu serasi kepentingan pengembangan pariwisata alam di zona pemanfaatan TNBB dengan kepentingan lainnya.
  • Belum sepenuhnya potensi TNBB diketahui khalayak luas sehingga kegiatan pariwisata alam belum sepenuhnya dapat dikatakan berhasil (kalau indikator keberhasilan dilihat dari banyaknya jumlah kunjungan wisatawan ke TNBB yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kunjungan wisatawan ke obyek-obyek wisata lainnya di Pulau Bali).

Tantangan

Tantangan yang dihadapi merupakan konsekuensi dari pesatnya pembangunan serta perkembangan / kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa hal yang perlu dijaga agar tidak memberikan ekses negatif terhadap pengelolaan TNBB secara keseluruhan :
  • Pengusahaan Pariwisata Alam
    Berkembanganya PPA di Balai Taman Nasional Bali Barat merupakan konsekwensi dari prinsip pengelolaan terutama berkaitan dengan asas pemanfaatan yang lestari. Pengembangan pariwisata alam di dalam zona pemanfaatan harus memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu 10% dari luas daerah konsesi pengusahaan pariwisata alam untuk dapat menekan seminimal mungkin dampak dari aktifitas yang dilakukan.
  • Pada saat ini masih terdapat interpretasi yang berbeda mengenai kewenangan pemberian Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No. 22/1999 dan PP No. 25/1999 dan juga PPA yang dikembangkan di Taman Nasional umumnya yang padat modal. Komunitas masyarakat sekitar kawasan umumnya menjadi kelompok pendukung dan kurang memiliki posisi tawar menawar yang tinggi.
  • Implementasi UU No. 22/1999
    Masa transisi dari semangat sentralisasi menuju desentralisasi belum menemukan bentuknya yang pas di tingkat lapangan. Di era desentralisasi terdapat penyerahan sebagian kewenangan teknis Departemen Kehutanan kepada Pemerintah Daerah. Di dalam UU No. 22/1999 pasal 7 ayat 2 dan PP No. 25/2000 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa konservasi masih ditangani oleh Pemerintah Pusat, sehubungan dengan hal tersebut maka implementasi pada lingkup UPT Balai TNBB diupayakan melalui padu serasi menghindari terjadinya intervensi kewenangan.
  • Rencana Jembatan Jawa Bali
    Rencana pembangunan jembatan Jawa Bali, walaupun sampai saat ini tidak/belum terealisasi masih harus dipertanyakan apakah hal tersebut terjadi karena kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) atau sekadar karena tidak tersedia dana untuk melanjutkan proyek tersebut. Pembangunan jembatan ini jelas akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap upaya pelestarian Jalak Bali pada khususnya dan konservasi sumber daya alam hayati Taman Nasional Bali Barat.
  • Daerah sekitar TNBB adalah daerah dengan tingkat kemajemukan etnis dan sosial yang tinggi. TNBB dibelah oleh dua jalan utama lintas propinsi dan sangat dekat dengan pelabuhan penyebarangan yang padat. Walaupun secara resmi kawasan TNBB tidak mempunyai daerah kantung (enclave) penduduk, pada kenyataannya kawasan TNBB sejak lama telah memberikan mata pencaharian dan kehidupan bagi penduduk di sekitar kawasan. Selain penduduk asli Bali, tercatat penduduk menetap dari Jawa, Madura dan Bugis mendominasi penduduk sekitar TNBB. Penduduk dari daerah lainpun banyak memanfaatkan sumberdaya dan pelayanan ekologis TNBB.
  • Isu kedaerahan untuk masing-masing etnis dan agama masih cukup tinggi. Banyak organisasi-organisasi yang berdiri dengan etnisitas dan agama sebagai latar belakangnya. Walaupun belum pernah ada konflik muncul ke permukaan, pergesekan-pergesekan sosial di daerah ini menjadi perhatian utama sebagai tantangan pengelolaan TNBB. Terutama karena masing-masing kelompok etnis mempunyai pendekatan yang berbeda-beda dalam menilai dan menghargai sumberdaya alam dan pelayanan ekologis dari kawasan TNBB.
  • Keterbatasan sumberdaya TNBB di dalam menangani permasalahan salah satunya karena banyak permasalahan di TNBB terjadi di luar fokus utama pengelolaan TNBB. TNBB dibentuk untuk melindungi habitat burung Jalak Bali sehingga sumberdaya manusia dan lainnya yang tersedia dipusatkan untuk pengelolaan dan pengamanan Jalak Bali dan habitatnya.

Kekuatan

Sungguhpun kelihatannya cukup sulit didalam mengelola kawasan TNBB masih terdapat beberapa hal yang cukup memberikan harapan antara lain:
  • Jumlah Pegawai BTNBB pada saat ini 131 orang yang kesemuanya dapat diberdayakan sebagai kekuatan TNBB di dalam mengelola kawasan.
  • Masih banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan ( stakeholders) yang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap kelestarian TNBB yang terus menerus memberikan dorongan, koreksi, maupun kritikan terhadap pengelolaan TNBB.
  • Dukungan pemerintah pusat terhadap pengelolaan TNBB yang berkesinambungan masih cukup kuat.
  • Potensi kawasan TNBB terutama perairan yang diindikasikan dengan 80% tujuan kunjungan wisatawan ke TNBB adalah dengan tujuan wisata bahari terutama di perairan Pulau Menjangan, menjadikan kawasan perairan Pulau Menjangan dapat dijadikan ”Tambang Uang” untuk menggali Dana Konservasi yang sangat diperlukan di dalam pengelolaan kawasan baik darat maupun perairan.
  • Masih terjalin harmonisnya jalur komunikasi, koordinasi, antara pengelola TNBB dengan pemerintahan setempat di dalam menyikapi segala permasalahan yang timbul sebagai akibat berhimpitnya ” daerah kewenangan ” pengelola TNBB maupun pemerintah setempat, yang dimungkinkan untuk suatu saat nanti kerjasama ini ” dilegalkan ” dalam bentuk pengelolaan bersama yang akan menguntungkan semua pihak.

Taman Nasional Bali Barat

SEJARAH TAMAN NASIONAL BALI BARAT

Sejarah Kawasan


Pada tanggal 24 Maret 1911 seorang biologiawan dari Jerman, Dr. Baron Stressman yang terpaksa mendarat karena kapal Ekspedisi Maluku II rusak di sekitar Singaraja selama ± 3 bulan, menemukan burung Jalak Bali sebagai spesimen penelitiannya di sekitar Desa Bubunan ± 50 Km dari Singaraja. Kemudian pada tahun 1025 dilakukan observasi intensif oleh Dr. Baron Viktor von Plesen, atas pendapat Stressman yang melihat Jalak Bali sangat langka dan berbeda dengan jenis lain dari seluruh spesimen yang dia peroleh, dan diketahui penyebaran Jalak Bali hanya mulai Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk seluas ± 320 Km2.

Untuk melindungi keberadaan spesies yang sangat langka yaitu burung Jalak Bali dan Harimau Bali, berdasarkan SK Dewan Raja-Raja di Bali No.E/I/4/5/47 tanggal 13 Agustus 1947 menetapkan kawasan hutan Banyuwedang dengan luas 19.365,6 Ha sebagai Taman Pelindung Alam / Natuur Park atau sesuai dengan Ordonansi Perlindungan Alam 1941 statusnya sama dengan Suaka Margasatwa.

Kawasan hutan Bali Barat dipandang memenuhi syarat untuk pengembangan hutan tanaman dibandingkan dengan bagian lain di Propinsi Bali (Menurut Brigade VIII Planologi Kehutanan Nusa Tenggara Singaraja, Tahun 1974). Sehingga sejak tahun 1947/1948 sampai dengan 1975/1976 di RPH Penginuman telah dilakukan pengembangan hutan tanaman dengan jenis Jati, Sonokeling, dan rimba campuran seluas 1.568,24 Ha. Tahun 1968/1969 sampai dengan 1975/1976 dikembangkan hutan tanaman Kayu Putih dan Sonokeling di RPH Sumberkima serta pada tahun 1956/1957 di RPH Sumberklampok telah dilakukan penanaman Sawo Kecik, Cendana, Bentawas, Sonokeling, dan Talok seluas 1.153,60 Ha. Dalam pelaksanaan penanaman ini dilakukan perabasan dan eksploitasi beberapa jenis hutan evergreen Sumberrejo dan Penginuman dan tebang pilih hutan alam Sawo Kecik di Prapat Agung.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDh Tk. I Bali No. 58/Skep/EK/I.C/1977 tahun 1977 tanah Swapraja Sombang seluas 390 Ha ditambahkan ke dalam kawasan sebagai pengganti kawasan yang terpakai untuk pembangunan Propinsi Bali dan kemudian SK Menteri Pertanian No. 169/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978 menetapkan Suaka Margasatwa Bali Barat Pulau Menjangan, Pulau Burung, Pulau Kalong dan Pulau Gadung sebagai Suaka Alam Bali Barat seluas 19.558,8 Ha.

Deklarasi Menteri Pertanian tentang penetapan Calon Taman Nasional Nomor 736/Mentan/X/1982 kawasan Suaka Alam Bali Barat ditambah hutan lindung yang termasuk ke dalam Register Tanah Kehutanan (RTK) No. 19 dan wilayah perairan sehingga luasnya mencapai 77.000 Ha terdiri dari daratan 75.559 Ha dan wilayah perairan ± 1.500 Ha. Namun pengelolaan UPT Taman Nasional Bali Barat sesuai SK Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 tanggal 12 Mei 1984 secara intensif hanya seluas 19.558,8 Ha daratan termasuk hutan produksi terbatas (HPT) dengan pembagian zonasi Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, dan Zona Penyangga.

Adanya konflik kewenangan di dalam kawasan TNBB, dimana pengelolaan HPT seluas 3.979,91 Ha adalah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Bali, sehingga berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September 1995 luas Taman Nasional Bali Barat hanya sebesar 19.002,89 Ha yang terdiri dari 15.587,89 Ha wilayah daratan dan 3.415 Ha wilayah perairan sampai sekarang.

Penataan kawasan pengelolaan TNBB sesuai fungsi peruntukannya telah ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam No.186/Kpts/Dj-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 tentang pembangian zonasi sebagai berikut:


  • Zona Inti ; merupakan zona yang mutlak dilindungi, tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia kecuali yang berhubungan dengan kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan ; meliputi daratan selauas 7.567,85 hektar dan perairan laut seluas 455.37 hektar
  • Zona Rimba; merupakan zona penyangga dari zona inti, dapat dilakukan kegiatan seperti pada zona inti dan kegiatan wisata alam terbatas ; meliputi daratan selauas 6.009,46 hektar dan perairan laut seluas 243.96 hektar
  • Zona Pemanfaatan Intensif ; dapat dilakukan kegiatan seperti pada kedua zona di atas, pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam dan rekreasi atau penggunaan lain yang menunjang fungsi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ; meliputi daratan selauas 1.645,33 hektar dan perairan laut seluas 2.745.66 hektar
  • Zona Pemanfaatan Budaya ; Zona ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas untuk kepentingan budaya atau relegi ; selauas 245,26 hektar yang digunakan untuk kepentingan pembangunan sarana ibadat umat Hindu.



Sejarah Organisasi

Pengelolaan hutan Bali Barat sebelum dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Bali masih dalam pengelolaan Cabang Dinas Kehutanan Singaraja dan Jembrana sebagai unit dari Dinas Kehutanan Propinsi Bali, sedangkan unit pengelola terkecil wilayah yaitu RPH (Resort Pemangkuan Hutan) Penginuman, Sumberklampok dan Sumberkima.

Kawasan Suaka Alam berupa cagar Alam atau Suaka Margasatwa dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) / SBKSDA Provinsi Bali sebagai Unit Pelaksana Teknis Dirjen PPA dengan unit pemangku terkecil di lapangan yaitu Kepala Resort sebagai pelaksana pengamanan dan perlindungan, yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi / Rayon Kawasan Suaka Margasatwa Bali Barat / Sub Seksi Wilayah PPA yang setara Eselon V.

Bedasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 tanggal 12 Mei 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional Bali Barat, Suaka Alam Bali Barat dikelola se bagai UPT Taman Nasional Bali Barat yang dikepalai oleh seorang Kepala yang setara Eselon IV, yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pemanfaatan, Kepala Seksi Penyusunan Program. Sedangkan pelaksana teknis di lapangan adalah Kelompok Perlindungan, Pengawetan, dan Pelestarian.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional, meningkatkan pengelolaan Taman Nasional sebagai Balai yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai setara Eselon III, yang dalam pengelolaannya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Konservasi yang membawahi tiga sub seksi wilayah konservasi (Jembrana, Buleleng dan Labuan Lalang). Dan untuk pelaksana teknis di lapangan dibantu kelompok jabatan fungsional yang teridi dari Fungsional Jagawana, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Jenis Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Kawasan dan Lingkungan dan Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Bina Wisata Alam.

Nuansa otonomi daerah memerlukan desentralisasi koordinasi birokrasi sehingga pengelolaan Taman Nasional Bali Barat sesuai dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu Seksi Konservasi Konservasi Wilayah I di Jembrana, Seksi Konservasi Wilayah II di Buleleng dan Seksi Konservasi Wilayah III di Labuhan Lalang dengan Kepala Seksi sebagai pejabat pemangku Wilayah yang setara Eselon IV.